INILAHCOM, Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika (kominfo) berencana melakukan konsultasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk lelang frekuensi di 2.1 GHz dan 2.3 GHz agar tidak bernasib sama seperti kasus e-KTP.
Menurut DR. IR. Ismail MT Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, (SDPPI) pada Kominfo mengatakan pihaknya tidak hanya akan melakukan konsultasi dengan LKPP, tetapi juga sejumlah lembaga hukum terkait seperti di antaranya pihak Kejaksaan, KPK, BPK dan BPKP.
“Konsultasi yang kita lakukan tersebut hanya untuk kehati-hatian saja. Kita akan diskusi dengan semua pihak yang terkait dengan lelang frekuensi,”ujar Ismail baru-baru ini.
Meski begitu tim legal Kominfo masih bersikukuh tidak akan mengajak LKPP dalam tender frekuensi yang akan dilakukan oleh Kominfo.
“Seleksi dan lelang frekuensi yang akan dilakukan oleh Kominfo tak mengacu pada Peppres 54 tahun 2010. Kita punya aturan sendiri untuk lelang frek. Ini yang menjadi acuan buat kita. Bagaimana tata cara seleksinya. Karena lelang frekuensi bukan masuk ranah Peppres 54,”ujarnya.
Roy Salam Direktur Indonesia Buget Center menilai meskipun lelang frekuensi tersebut tidak termasuk dalam ranah Perpres 54, namun menurutnya, proses lelang yang lazim dilakukan oleh Kemenkominfo adalah keterbukaan, adil dan non diskriminatif.
“Jika Kominfo merumuskan berbagai pembatasan dalam lelang frekuensi, maka publik pasti akan bertanya-tanya ada apakah sesungguhnya,”ujar Roy.
Seperti diketahui, Kominfo berencana melakukan lelang frekuensi 2.1 Ghz sebanyak 10 Mhz dan 2.3 Ghz sebesar 15 Mhz. Rencana lelang tersebut sudah dituangkan dalam rancangan peraturan menteri (RPM) yang telah diuji publikkan pada 22 Februari hingga 5 Maret 2017 yang lalu. Namun hingga kini hasil uji publik terhadap RPM tersebut masih misteri.
Sebelumnya Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman mengatakan bahwa seharusnya masukkan terhadap uji publik yang dilakukan oleh Kominfo, diumumkan hasilnya.
Hasil uji publik tersebut dapat dipublikasi melalui website resmi Kominfo. Komisioner Ombudsman itu memberikan contoh, Afrika Selatan. Pemerintah Afrika Selatan merespon masukan dengan menjelaskan apakah masukan dari masyarakat tersebut diterima penuh, sebagian atau ditolak sepenuhnya.
“Seharusnya Kominfo bisa mencontoh Afrika Selatan atau Kementrian Perhubungan dalam uji publik revisi PM 32 tahun 2016 tentang angkutan umum berbasis aplikasi. Kominfo harusnya bisa menjelaskan alasannya kenapa diterima, ditolak sebagian atau seluruhnya.
Bagaimanapun tak semua masukan harus diterima. Yang terpenting dijelaskan mengapa ditolak dan mengapa diterima masukan dai masyarakat tersebut,”ujar Alamsyah.
Ada Kasus e-KTP, Dirjen SDPPI Konsultasi ke LKPP Baca Berita Dari Sumber http://ift.tt/2nJNMA5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar